MEMBANGKITKAN
RASA TANGGUNG JAWAB BERAGAMA DAN SEMANGAT BELAJAR
PESERTA
DIDIK DI SEKOLAH DASAR
Oleh :
DENI IRAWAN (0901045078)
DENDY WIJAYA (0901045077)
ZAENAL HADI
KUSUMA (0901045479)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2013
- MEMBANGKITKAN RASA TANGGUNG JAWAB BERAGAMA PESERTA DIDIK
Berkat perjuangan Rasulullah
SAW ajaran Islam telah memenuhi rongga sejarah dan tersebar luas. Merebaknya
ajaran ini dinikmati bukan hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh seluruh umat
manusia. Kita umat Islam jika memang
apresiatif terhadap kedudukan ajaran Islam dan memahami kedalamannya jelas akan
mampu menciptakan suatu dunia yang baru berdasarkan cita-cita sejati yang
muncul dari kedalaman hati nurani. Dengan berpegang teguh kepada Islam, umat
Islam akan dapat membebaskan kehidupan ini dari keterbenaman dalam syahwat,
angkara murka, kebodohan, dan egoisme. Esensi makrifat dan ajaran Islam ialah
keterbebasan perilaku manusia dalam hidup ini dari belenggu syahwat dan angkara
murka, kebebasan manusia dan masyarakat manusia dari sifat keakuan, dan
kepasrahannya kepada petunjuk akal dan ketakwaan.(Depag RI, 2004: 862)
Pertanggungjawaban bukanlah
satu paham Barat, melainkan satu paham yang Islami. Ada sebagian orang yang
gemar mengaitkan apapun yang disukainya kepada Barat dan menganggapnya sebagai
produk pemikiran Barat. Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang
disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab
artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri
apa yang mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu.
Apakah perilaku itu berasal dari akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu
oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan hati
nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti bisa
bertanggung jawab kepada yang lain.
Allah SWT berfirman Artinya :
“Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya."
(QS.17.36)
Mata yang kita miliki
sehingga kita dapat melihat dan mengindentifikasi sesuatu, kemudian telinga
yang kita miliki sehingga kita dapat mendengarkan kebaikan untuk
ditransformasikan ke dalam hati dan fisik kita, serta kalbu yang kita miliki
sehingga kita dapat merasakan, memutuskan, dan menjatuhkan pilihan dimana
esensi manusia terletak pada kalbunya, semua ini adalah sarana yang telah
dianugerahkan Allah SWT dan kelak akan diminta pertanggung jawabannya. Kita
semua harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lihat dengan mata kita,
sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda;
“Kamu semua adalah
pemelihara, dan setiap kamu bertanggung jawab atas peliharaannya.”
Kita semua bertanggung jawab,
hanya saja, semakin luas pengaruh pena, kata-kata, dan keputusan seseorang pada
kehidupan manusia, semakin besar tanggung jawab yang dipikulnya. Sebab itu,
para pejabat tinggi negara, para pimpinan tiga lembaga tinggi negara, begitu
pula pemimpin tertinggi revolusi Islam
hingga seluruh eselon pejabat dan jajaran direksi memiliki tanggung jawab besar
atas segala tindakan, keputusan, dan statemen masing-masing.
Inilah tanggung jawab dalam
ajaran Islam dimana kita semua harus menaruh komitmen padanya. Perkataan orang
yang bertanggung jawab berbeda dengan perkataan orang yang tidak memiliki rasa
tanggung jawab. Keputusan orang yang penuh rasa tanggung jawab juga berbeda
dengan keputusan orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Sebagai
pejabat, kita semua harus berhati-hati atas pernyataan dan keputusan kita. Rasa
tanggung jawab inilah yang membuat jabatan layak dihormati. Pejabat dihormati
oleh masyarakat adalah karena setiap tindakan dan keputusannya harus terdorong
oleh tanggung jawab yang diembannya. Orang yang memiliki rasa tanggung jawab
memang patut untuk dihormati. Dan segala
sesuatu akan menjadi pelik jika dipegang oleh orang yang tidak memiliki rasa
tanggung jawab.
Tuntutan yang teguh bahwa
anak harus setia melakukan tugas-tugas kecil itu, memang menimbulkan ketaatan. Namun demikian
bersamaan dengan itu bisa juga timbul suatu pengaruh yang tidak kita inginkan
bagi pembentukan watak anak, karena pada dasarnya rasa tanggung jawab bukanlah
hal yang dapat diletakkan pada seseorang dari luar, rasa tanggung jawab tumbuh dari dalam, mendapatkan
pengarahan dan pemupukan dari sistem nilai yang kita dapati dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat. Rasa tanggung jawab yang tidak bertumpuk pada nilai-nilai positif, adakalanya dapat berubah
menjadi sesuatuyang asosial.
Penerapan Tanggung jawab
Menurt Alex Sobur,(1999:
245), ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik anak sejak usia dini agar menjadi anak yang
bertanggung jawab, yaitu :
1)
Memberi teladan
yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung
jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang
baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan
bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orang tua melakukan
tugas semacam itu.
2)
Tetap dalam
pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan
pekerjaan, orang tua harus melihat
apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi
orang tua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan
oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang
kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki
kesalahan tersebut. Dengan demikian orang tua tetap dalam pendirian, dan teguh
dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.
3)
Memberi anjuran
atau perintah hendaknya jelas dan
terperinci.
Orang tua dalam memberi
perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup
jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan
kepadanya.
4)
Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orang tua hendaknya tetap
memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai
dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak
diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya
saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari.
Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap
berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orang tua senang
menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan
tugasnya. kitaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan
dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5)
Jangan terlalu
banyak menuntut.
Orang tua selayaknya tidak
patut terlalu banyak menuntut dari
anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang tidak
sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi setahap,
agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.
6)
Kontrol emosi.
Suatu kebiasaan yang keliru
pada orang tua dalam hal mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat
memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak
justru kurang diperhatikan. Orang tua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi
jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan
hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan
lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi. Anak-anak yang sudah mampu berespon secara
tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan
pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan
rasa tanggungjawab.
7)
Berikan tanggung
jawab sesuai dengan tingkat usia dan kemampunnya.
Pada hakekatnya tanggung
jawab itu tergantung kepada kemampuan, janganlah lantas kita mengatakan bahwa
anak yang berusia tujuh tahun itu tidak
mempunyai tanggungjawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas tembok.
Sesungguhnya anak yang baru berusia
tujuh tahun tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban
tanggungjawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan
tingkat kematangan anak. Untuk itu
dengan sendirinya orang tua merasa perlu untuk lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.
8)
Berikan anak
informasi dan pengetahuan.
Dalam memberikan anak suatu
informasi tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah
sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak
mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu
secara lisan, seringkali tidak cukup. Orang tua juga harus bisa menjelaskan
dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut, disamping harus
dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh
dilakukan.
9)
Berikan
kesempatan untuk evaluasi diri.
Biasanya kita cenderung
untuk melihat rasa tanggungjawab dari segi- segi yang konkrit, seperti: apakah
tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak bersih atau tidak; apakah si anak
sering terlambat datang ke sekolah atau tidak; dan sebagainya. Seorang anak bisa saja berlaku sopan, datang
ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan
yang tidak bertanggung jawab. Contoh seperti ini seringkali kita jumpai
terutama pada anak-anak yang selalu mendapatkan instruksi atau petunjuk dari
orang tua mengenai apa yang mesti mereka kerjakan, sehingga mereka kurang
mendapat kesempatan untuk mengadakan penilaian sendiri, mengambil keputusan sendiri serta mengembangkan
norma-norma yang ada dalam dirinya.
Rasa tanggung jawab sejati
haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak dapat
diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian
dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak
menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha
meniru mereka. Contoh hidup yang diberikan orang tua, akan menciptakan suasana yang diperlukan
untuk belajar bertanggung jawab. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu
memperkokoh pelajaran itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian
anak. Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa
tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali
pada orang tuanya sendiri, atau dengan kata lain perpulang pada
nilai-nilai dalam diri orang tua, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan
mendidik anak. Tanpa adanya kerja sama dan koordinasi antara orang tua dan guru
penanaman nilai tanggung jawab akan sulit dilakukan.
- Membangkitkan semangat belajar peserta didik di sekolah dasar
1.
Memberi
Pengertian
Beberapa
penelitian terbaru menunjukkan bahwa banyak siswa yang buruk pada nilai-nilai
akademis atau kurang berpartisipasi
karena mereka tidak mengerti apa yang harus dilakukan atau mengapa mereka harus
melakukannya. Guru harus menghabiskan lebih banyak waktu menjelaskan mengapa
kita mengajarkan apa yang kita lakukan, dan mengapa topik atau pendekatan atau
kegiatan itu penting dan menarik serta
bermanfaat.
Dalam prosesnya,
antusiasme guru akan tertular ke siswa, yang akan lebih cenderung menjadi
tertarik. Guru harus menghabiskan lebih banyak waktu menjelaskan persis apa
yang diharapkan pada tugas atau kegiatan. Siswa yang tidak yakin tentang apa
yang harus dilakukan jarang akan tampil baik. Untuk pertanyaan kritis dari
murid seperti, "Kapan kita pernah menggunakan ini?" ada beberapa
jawaban. (1) Anda tidak pernah tahu kapan pengetahuan dan keterampilan akan berguna.
(2) Apakah anda akan pernah atau tidak menggunakannya, akan menjadi kurang
penting dibandingkan fakta bahwa Anda belajar cara belajar, belajar disiplin
berfokus pada tugas, belajar bagaimana untuk bekerja pada tugas yang tidak
mungkin menarik untuk Anda dan mungkin Anda belajar bagaimana membuat
tugas-tugas menjadi menarik. Seorang siswa mungkin tidak pernah digunakan
kalkulus di kemudian hari, tapi pelatihan mental - pemecahan masalah, berpikir
dengan presisi – adalah proses yang mengasah keterampilan.
2. Memberikan Penghargaan.
Siswa yang
belum memiliki motivasi intrinsik yang kuat untuk belajar dapat dibantu oleh
motivator ekstrinsik dalam bentuk memberikan penghargaan. Dari pada mengkritik
perilaku yang tidak diinginkan, lebih baik menghargai perilaku yang sudah benar
dulu . Ingat bahwa orang dewasa maupun anak-anak akan terus melanjutkan atau
mengulang perilaku yang dihargai. Anak kecil dapat diberi balon, permen karet,
atau satu set krayon. Bahkan di tingkat perguruan tinggi, banyak profesor memberikan
buku, makan siang, sertifikat, pembebasan dari ujian akhir, pujian verbal, dan
sebagainya untuk kinerja yang baik. Bahkan sesuatu yang tampaknya
"kekanak-kanakan" sebagai "Job Bagus!" cap atau stiker
dapat mendorong siswa untuk tampil di tingkat yang lebih tinggi. Dan yang
penting adalah bahwa motivator ekstrinsik dapat, selama periode singkat,
menghasilkan motivasi intrinsik. Semua orang menyukai perasaan prestasi dan
pengakuan; imbalan untuk pekerjaan yang baik menghasilkan perasaan yang baik.
3. Kepedulian
Siswa
menanggapi dengan minat dan motivasi untuk guru yang tampaknya peduli. Guru
dapat membantu menghasilkan perasaan ini dengan berbagi bagian dari diri mereka
sendiri dengan siswa, terutama menceritakan sedikit masalah dan kesalahan yang
mereka buat, baik sebagai anak-anak atau bahkan baru-baru ini. Mempersonalisasi
hubungan siswa / guru akan membantu siswa melihat guru sebagai manusia didekati
dan bukan sebagai figur otoritas menyendiri.
Tunjukkan
bahwa Anda peduli siswa Anda dengan bertanya tentang keprihatinan dan tujuan
mereka. Apa yang mereka rencanakan untuk dilakukan di masa depan? Hal-hal apa
yang mereka sukai? Guru seperti itu akan dipercaya dan dihormati lebih dari
satu yang semua bisnis.
4. Partisipasi
Mintalah
siswa berpartisipasi. Salah satu kunci utama untuk motivasi adalah keterlibatan
aktif siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Buat siswa terlibat dalam
kegiatan, latihan pemecahan masalah kelompok, membantu untuk memutuskan apa
yang harus dilakukan dan cara terbaik untuk melakukannya, membantu guru,
bekerja satu sama lain. Sebuah pelajaran tentang alam, misalnya, akan lebih
efektif dengan berjalan di luar ruangan daripada melihat gambar.
Siswa
senang diperlukan (seperti orang dewasa). Dengan memilih beberapa siswa untuk
membantu guru (mengambil roll, ujian tujuan kelas, bibliografi penelitian atau
biografi orang-orang penting, kelompok diskusi kursi, mengatur ulang kursi,
perubahan transparansi overhead, memegang gambar, atau kertas ujian) harga diri
siswa akan naik dan akibatnya motivasi mereka meningkat. Siswa yang lebih tua
juga akan melihat diri mereka sebagai bagian yang diperlukan, integral, dan
berkontribusi dari proses belajar melalui partisipasi seperti ini. Gunakan
setiap kesempatan untuk membuat siswa membantu Anda. Buat mereka melakukan
pekerjaan rumah untuk membantu Anda ("saya perlu ilustrasi majalah
beberapa penekanan pada materi untuk minggu depan ? Ada seseorang bisa membantu
menemukan satu untuk saya").
5. Pengajaran induktif.
Telah
dikatakan bahwa menyajikan kesimpulan pada tahap pertama dan kemudian
memberikan contoh, bisa merampas kegairahan belajar siswa dalam menemukan. Mengapa tidak mulai
dengan menyajikan beberapa contoh dan meminta siswa untuk memahami, melakukan
generalisasi, dan menarik kesimpulan
sendiri? Memulai dengan contoh, bukti, cerita, dan sebagainya dan akhirnya tiba
pada kesimpulan, maka Anda dapat mempertahankan minat dan motivasi, serta
mengajarkan keterampilan analisis dan sintesis.
6. Memuaskan kebutuhan siswa.
Memuaskan
kebutuhan adalah metode utama untuk menjaga siswa tetap tertarik dan senang.
Hal ini bisa sederhana seperti memungkinkan siswa untuk memilih dari antara dua
atau tiga hal yang harus dilakukan, memilih antara menulis sebuah makalah
ekstra dan mengambil ujian akhir, dll. Banyak siswa yang memiliki kebutuhan
untuk bersenang-senang dengan cara aktif - dengan kata lain, mereka perlu
berisik dan gembira. Daripada selalu menghindari atau menekan kebutuhan ini,
rancang kegiatan pendidikan yang memenuhi mereka.
Siswa akan
jauh lebih berkomitmen untuk kegiatan pembelajaran yang memiliki nilai bagi
mereka, bahwa mereka dapat melihatnya sebagai pemenuhan kebutuhan mereka, baik
jangka panjang atau jangka pendek. Mereka akan mau melakukan hal yang
menakjubkan dan bekerja keras jika
mereka yakin bahwa apa yang mereka pelajari akhirnya memenuhi kebutuhan mereka.
7. Membuat belajar visual.
Bahkan sebelum orang-orang
muda mengenal video, ini, diakui bahwa memori kita sering terhubung ke gambar
visual. Pada abad pertengahan orang yang hapal Alkitab kadang-kadang
berjalan-jalan di dalam katedral dan mental melampirkan bagian-bagian tertentu
pada objek di dalam, sehingga mengingat citra kolom atau patung akan memberikan
stimulus diperlukan mengingat seratus baris berikutnya dari teks . Demikian
pula, kita dapat memberikan pembelajaran yang lebih baik dengan melampirkan
gambar untuk ide-ide yang kita ingin sampaikan. Gunakan gambar, diagram,
gambar, bagan, grafik, daftar bullet, bahkan benda tiga dimensi.
8. Gunakan emosi positif untuk
meningkatkan pembelajaran dan motivasi.
Memori yang
kuat dan abadi dihubungkan dengan keadaan emosi dan pengalaman peserta didik.
Artinya, orang-orang mengingat lebih baik bila pembelajaran disertai dengan
emosi yang kuat. Jika Anda dapat membuat sesuatu yang menyenangkan, menarik,
bahagia, penuh kasih, atau mungkin bahkan sedikit menakutkan, siswa akan
belajar lebih mudah dan pembelajaran akan berlangsung lebih lama lagi. Emosi
dapat dibuat dengan melakukan sesuatu yang tidak terduga atau keterlaluan, oleh
pujian, dan dengan cara lainnya.
9. Tampilkan Energi dan Antusiasme
Ingat bahwa
energi menjual. Pikirkan tentang masalah ini selama satu menit: Mengapa begitu
banyak siswa lebih suka melihat Rambo, Robocop, Friday 13th, dari pada cerita
sejarah? Mengapa musik rock lebih populer dari musik klasik atau musik agama ?
Mengapa kejahatan sering dianggap sebagai lebih menarik daripada yang baik?
Jawabannya dihubungkan dengan cara yang baik dan yang jahat digambarkan.
Sayangnya, kejahatan biasanya memiliki energi yang tinggi sementara yang baik
dipandang sebagai pasif dan membosankan. Kita
telah terjebak oleh ide bahwa "orang jahat lakukan; orang baik
tidak." Baik adalah pasif, tahan, reaksioner, sedangkan kejahatan adalah
proaktif, energik, kreatif.
Ada sebuah proses lain yang
disebut ATTRIBUTION RETRAINING, yang melibatkan latihan pemodelan, sosialisasi,
dan praktek, yang bisa digunakan untuk siswa yang sudah tidak memiliki semangat
belajar.
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk membantu siswa
1.
berkonsentrasi
pada tugas-tugas daripada terganggu oleh rasa takut gagal,
2.
menanggapi rasa
frustrasi dengan menata kembali langkah mereka untuk menemukan kesalahan atau
mencari tahu cara-cara alternatif untuk mendekati masalah bukan menyerah
3.
memahami
kegagalan mereka sebagai upaya yang tidak memadai, dan karena kurangnya
informasi, atau karena strategi belajar yang tidak efektif bukannya pada kurangnya kemampuan (Brophy 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : Arsip Kuliah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon saran dan masukannya agar blog ini dapat terus berkembang.