MENJADI
PENDIDIK BERLANDASAN AL-QURAN DAN AS-SUNNAH
Disusun Oleh :
Debbi Yuniawati –
0901045074
Ayu
Noer Khasanah - 0901045059
Desi
Ratnasari - 0901045084
Dewi
Harfiah - 0901045091
PGSD
8 C
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
J A K A R T A
2013
MENJADI PENDIDIK BERLANDASAN AL-QURAN DAN ASSUNAH
Kata pendidik dalam bahasa arabnya adalahmurobbi. Kata murobbi juga merupakan isim fail dari fi’il yang sama dengan kata
tarbiyah, yaitu robba yurobbi, yang tentunya maknanya pun sama, bedanya jika
tarbiyah merupakan kegiatan proses pendidikan, maka murobbi adalah pelaku
pendidikan tersebut, artinya orang yang mendidik atau yang melakukan
pendidikan, maka secara etimologis, pendidik
dalam islam ialah orang yang mendidik sesuai dengan tuntunan pendidikan islami.
Sedangkan menurut pendidik sesuai sudut pandang
Al-qur’an, maka kita akan mendapatkan sebuah cakupan yang amat luas dan
terperinci dari kata pendidik tersebut, karena pendidik yang dipahami oleh
kebanyakan orang hanya seseorang yang mengajar di kelas atau di ruang tertentu
semata dengan materi-materi yang tertentu pula serta di waktu-waktu yang
terbatas, pendidik yang umum di kenal tidak menyentuh pada seberapa besar anak
yang didik dapat mengamalkan ilmunya, apakah ilmu itu dapat mempola dirinya
menjadi insan yang kamil. Karena kesuksesan seorang pendidik, diukur dari
seberapa benar dan banyaknya anak didik bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan ketika ujian, pendidik pun tidak bertanggung jawab atas
pemeliharaan anak yang didik.
Beda halnya dengan pendidik dalam kaca mata islam,
karena selain mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan, juga yang terpenting menanamkan
dasar-dasar agama yang menjadi pondasi dari ilmu-ilmu selanjutnya, juga
pendidik dituntut untuk senantiasa mengawasi, memelihara dan mengarahkan
perkembangan anak didiknya menjadi insan yang kamil, sehingga pendidikan
diberikan secara berkesinambungan sesuai dengan kemampuan pendidik hingga
menyentuh aspek moral, etika, pribadi diri dan akhlak anak didik.
Dari penjelasan tentang pendidik diatas, maka kita
dapat mengambil tiga unsur pokok untuk menjadi pendidik menurut islam, yaitu
Pertama, Di dalam mendidik, seyogyanya pendidik mendidik dengan susunan yang
tertib, artinya mengajarkan mulai dari hal-hal yang paling mendasar dan hal-hal
yang menjadi akar dari hal yang harus diajarkan, setelah itu berhasil maka
barulah anak didik diajarkan hal-hal yang menjadi “batang” kemudian “ranting”
kemudian “daun” hingga selanjutnya menyentuh pada wilayah “pucuk”nya, itu semua
agar perkembangan anak didik dapat di awasi dan di pelihara. Maka tidak salah,
pengertian yang diberikan oleh ibnu abbas tentang pendidik/ atau murobbi yaitu
الذين يربون الناس بصغار العلم
قبل كباره
Orang yang mendidik manusia mulai dari
pengetahuan-pengetahuan kecil atau mendasar sebelum pengetahuan yang besar
Atau pengertian yang diberikan oleh al-asfhahani
didalam kitabnya mufrodatul qur’an:
انشأشيء حالا فحالا الى حد
التمام
atau dengan
lafadzh yang lain
تبليغ الشيء الى كماله شئا فشئا
“yaitu orang yang
mengembangkan/menumbuhkan\menyampaikan suatu hal setahap demi setahap hingga
mncapai batas kelengkapannya”
Pengertian ini bisa dibuktikan dengan merujuk pada
cara pengajaran luqman sebagai pendidik yang baik yang telah diabadikan dalam
Alqur’an, dalam surat Al-luqman mulai dari ayat 13 sampai 19, kita melihat
luqman mengajarkan kepada anak-anaknya mulai dari hal yang paling mendasar
yaitu tauhid, aqidah yang benar, hubungan baik kepada sang
pencipta, dengan perintahnya “laa tusyrik billah” “jangan mempersekutukan
Allah”, selanjutnya luqman mengajarkan agar memperbaiki hubungan dengan manusia
utamanya berbuat baik kepada kedua orang tua, bersyukur kepada Allah lalu kedua
orang tua, bagaimana cara menyikapi orang tua yang mengajak kepada kesesatan
,kemudian mengingatkan bahwa setiap yang dilakukan pasti ada balasannya,
selanjutnya luqman mengajarkan untuk senantiasa melaksanakan tuntunan agama
yang pokok seperti sholat baru setelah itu menyuruh untuk berbuat yang makruf
dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan kesabaran, lalu menngajarkan akhlak
yang baik yaitu dengan melarang sombong dan angkuh terhadap manusia lain hingga
mengajarkan hal-hal yang berada pada pucuk pengetahuan, namun buah dari akar,
yang itu diibaratkan dengan perintah “sederhana dalam berjalan” dan “melunakkan
suara”. Keterangan ini menunjukkan bahwa pendidik dalam islam haruslah
memperhatikan hal-hal dengan sengat terperinici dan melakukan proses pendidikan
secara berkesinambungan.
Kedua, didalam mendidik, seorang pendidik tentunya harus memposisikan sebagai
orang yang mendidik secara sadar dan bermaksud untuk memelihara dan mengatur
anak didiknya dengan harapan menjadikan anak didiknya sebagai seorang yang
berhasil atau bisa kita sebut ansan kamil di dalam kehidupannya. Hal ini sesuai
dengan salah satu pengertian yang tertera di dalam kitab rosul almurobbi
mengenai kata murobbi, yaitu
هو انسان الذي يقوم عن عمد وقصد
برعاية فرد او افراد لينمو بين يديه فى حياة الناجحه
“sesorang yang bertanggung jawab secara sadar dalam
melihara seseorang atau beberapa orang dengan tujuan menjadikan orang itu
berhasil dalam kehidupannya”
Maka dari itu, seorang pendidik wajib melakukan proses
pendidikan dengan keikhlasan dan kesadaran bahwa tujuan ia mendidik ialah agar
orang yang ia didik dapat berhasil dalam menjalani kehidupan sebagai hamba
Allah dan kholifah Allah, tujuan itu mengharuskan ia untuk senantiasa, memelihara,
mengawasi, memberi petunjuk, dan memberi peringatan di dalam bertindak dan
mengembangkan potensi kemanusiaan si anak didik, yang tentunya itu semua sesuai
batas kemampuan sang pendidik, agar setiap didikan yang ia berikan betul-betul
dapat diamalkan dan menjadi bekal bagi anak didik untuk bertindak dengan benar.
Ketiga,untuk dapat mewujudkan pendidik sesuai dengan pengertian islam, yaitu
pendidik yang mendidik mulai dari hal-hal yang mendasar hingga pada
kesempurnaan pengajaran, pendidik yang memiliki kesadaran dan tujuan yang benar
dan pendidik yang merasa bertanggung jawab atas anak didiknya, maka seseorang
harus memiliki tiga komponen dalam dirinya, yaitu sebagai seorang yang berilmu,
seorang yang dapat mengamalkan ilmunya dan seorang yang bisa mengajarkan
ilmunya dengan baik. Hal ini pun senada dengan pengertian lain yang tertulis
dalam kitab rosul al-murobbi mengenai murobbi, yaitu:
هو العالم والعامل والمعلم
“dia adalah orang berilmu juga orang yang beramal juga
orang yang mengajarkan ilmunya”.
Karena tanpa pengusaan ilmu yang baik, seseorang tidak
akan pernah bisa mendidik dengan baik pula, dan inidikasi penguasaan ilmu yang
baik adalah orang itu bisa mengamalkan ilmunya didalam kesehariannya,
pengamalan ilmu yang telah menjadi watak dirinya secara otomatis telah
mengantarkan dia pada tahap pendidikan pertama yang paling penting yaitu
memberikan contoh atau teladan dari diri sendiri kepada orang lain, baru
setelah itu dia bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain dan selanjutnya dia
dituntut memberikan pengajaran yang baik serta mudah terima dan di fahami oleh
si anak didik, pola seperti inilah yang telah di lalui oleh nabi Muhammad dan
nabi Ibrahim sehingga didalam Al-qur’an mereka dijadikan sebagai sumber
tauladan bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana yang tertulis dalam
Al-qur’an surat al ahzab ayat 21 dan mumtahanah ayat 4
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ
كَثِيرًا
21. Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kaimat dan yang banyak mengingat Allah
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ.....
4. Sungguh telah ada suri tauladan bagi kalian pada
ibrohim dan orang bersama dengannya....
Dari ketiga
unsur diatas yang menjadikan kedudukan seorang pendidik menurut pandangan islam
amatlah penting dan utama, dan juga menjadi acuan karasteristik seorang
pendidik islami sesuai dengan al-quran dan assunah.
Berikut ini
kami paparkan beberapa karkateristik-karakteristik yang telah di tetapkan oleh
beberapa tokoh islam:
Al-Abrasy
mengemukakan beberapa karakteristik pendidik berlandasan al-quraan dan
as-sunah, ialah :
1.
Seorang
pendidik bersifat zuhud, artinya melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena
materi, melainkan mendidik untuk mencari keridhaan Allah.
2.
Seorang
pendidik harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwanya,
terhindar dari dosa, sifat ria dengki, permusuhan, dan sifat –sifat tercela
lainnya
3.
Seorang
pendidik harus ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan memiliki sifat-sifat
terpuji lainnya, seperti rendah hati, jujur, lemah lembut, dan sebagainya.
4.
Seorang
pendidik mesti suka memaafkan orang lain, terutama kesalahan peserta didiknya,
lalu ia juga sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar
dan mempunyai harga diri.
5.
Seorang
pendidik harus mencintai peserta didiknya seperti cintanya terhadap
anak-anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan
keadaan anak-anaknya.
6.
Seorang
pendidik harus mengetahui karakter/tabiat peserta didiknya.
7.
Seorang
pendidik mesti menguasai pelajaran yang ia berikan.
Sementara
an-Nahlawi menyebutkan beberapa karakteristik seorang pendidik, yaitu:
a.
Mempunyai
watak dan sifat rubbaniyah yang terwujud dalam tujuan, tingkah laku, dan pola
pikirnya.
b.
Bersifat
ikhlas; melaksanakan tugasnya sebagai pendidik semata-mata untuk mencari ridha
Allah dan menegakkan kebenaran.
c.
Bersifat
sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada peserta didik.
d.
Jujur
dalam menyampaikan apa yang diketahuinya.
e.
Senantiasa
membekali diri dengan ilmu, kesediaan diri untuk terus mendalami dan
mengkajinya lebih lanjut.
f.
Mampu
menggunakan metode mengajar secara bervariasi sesuai dengan prinsip-prinsip
penggunaan metode pendidikan
g.
Mampu
mengelola kelas dan peserta didik, tegas dalam bertindak dan proporsional.
h.
Mengetahui
kondisi psikis peserta didik.
i.
Tanggap
berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan
atau pola berpikir peserta didik.
j.
Berlaku
adil terhadap peserta didiknya.
Ibn
Khaldun, dalam kitabnya Muqaddimah, juga berpendapat bahwa seorang guru harus
memiliki karakter yang baik. Dalam hal ini ia mengutip wasiat al-Rasyd kepada
Khalaf bin Ahmar, guru puteranya Muhammad al-Amin.
.
Dari wasiat itu, dapat disimpulkan bahwa setiap pendidik mesti bijaksana dalam
mendidik anaknya, penuh kesabaran dan kasih sayang serta tanggung jawab yang
tinggi sehingga si anak memiliki kompetensi di bidang yang ia ajarkan.
Sumber : Arsip Kuliah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon saran dan masukannya agar blog ini dapat terus berkembang.